Monday, December 18, 2017

Cinta Pertama

Aku Ashilla, gadis 15 tahun yang baru merasakan cinta. Cinta pertama. Ya, karena saat ini aku baru duduk di bangku SMA. Kata orang masa-masa SMA merupakan masa penuh ambisi dengan tingkat kelabilan 85% dari usiaku sebelumnya.

Menyenangkan. Jelas! Tapi aku tak tahu apa yang harus dilakukan untuk seseorang yang aku suka. Melihat orang-orang seusiaku selalu tampil layaknya gadis usia 17 tahun dengan parfum yang wangi dan make up yang membalut wajah lugunya. 

Entah ide apa yang muncul dalam pikiranku, yang jelas aku terobsesi ingin tampil seperti mereka. Tidak harus pakai make up, cukup parfum yang menandakan kalau aku sudah dewasa. Tapi aku tidak punya? Ya minta. Karena aku punya keinginan seperti itu setelah melihat kak Lidia memakainya.

“Kak aku boleh minta parfum?” pintaku dengan nada sedikit memohon.
“Boleh, ambil saja, tapi jangan banyak-banyak,” pesannya.

Tanpa basa-basi aku langsung mengambilnya dari tas kecil berukuran 10×15 cm warna maroon milik kak Lidia. Kemudian mengoleskan pada baju dan kerudung yang kupakai, 15-20 olesan hingga bajuku benar-benar wangi.

Aku langsung kembali ke kelas setelah puas memakai parfum Kak Lidia di kantin. Bau parfum ternyata membuat aku lebih percaya diri. Meskipun awalnya agak malu saat teman-teman memuji karena wanginya.
Kulihat seisi kelas, tapi belum tampak sosok pujaan hati di bangkunya. Mungkin dia belum masuk.

Bel masuk sudah berbunyi, kulihat si pujaan hati masuk ke kelas. Berjalan menuju bangkunya dan lagi-lagi dia tidak melirikku. 

Dia duduk sebentar kemudian bangkit lagi dan berjalan pelan menuju bangkuku. Persaanku bercampur aduk antara senang dan juga malu. Sambil melebarkan senyumnya dan menampakan barusan giginya yang rapi kemudian duduk di sebelahku.

“Hari ini kamu terlihat berbeda,” ucapnya pelan.
Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutku, hanya wajahku yang berubah warna menjadi merah menahan rasa malu. Bangga. Usahaku berhasil, padahal Cuma memakai parfum, itu pun dapat minta dari kak Lidia.

“Kenapa kamu diam saja?” tanyanya
“Mmm … aku gak apa-apa kok.”
Wajahku sudah hampir sama dengan kepiting atau udang rebus yang jelas sudah sangat merah melebihi keduanya. Ini kali pertama dia mendekatiku.
“Nanti jangan dulu pulang ya.” Pintanya
“Mau apa?” tanyaku bingung, padahal bahagia.
“Aku mau belajar bareng, soalnya tadi aku tidak faham,” jelasnya
“Oh ya sudah.”

Lama kami ngobrol tapi belum ada guru yang mengisi pelajaran kosong. Jadi aku bisa merasakan saat-saat bahagia ini. Ingin rasanya waktu berhenti, disaat kebahagiaan sedang berpihak kepadaku.
Hanya saja aku tetap tidak menyangka dengan memakai parfum dia langsung lengket denganku. Padahal aku saja pusing mencium aromanya. Mungkin ini parfum keberuntungan atau sudah dijampi-jampi. Kebiasaan orang tua jaman dulu supaya dapat memikat hati lelaki.

Bel pulang sudah berbunyi, semua siswa sudah berhamburan keluar. Sebenarnya aku malu, hanya duduk berdua dengan dia menunggu semua orang keluar.
“Eh, di bangku ini saja,” ucapnya sambil berjalan menuju bangku paling pojok.
Aku pun berjalan mengikutinya. Bukan mojok ya, jangan baper.
“Silakan,” ucapnya sambil menggeserkan meja memberi ruang untuk aku duduk.

Tanpa basa-basi aku langsung duduk dan segera membuka buku matematika. Untuk menghilangkan rasa gugup yang sejak tadi menggangguku.
“Jangan dulu deh, aku mau ngobrol dulu sama kamu,” ucapnya
Hatiku seperti diselimuti dengan es batu. Menggigil. Tak tahu apa yang harus aku lakukan. Melihat tatapan matanya yang tajam tertuju padaku. Aku bahkan tak sanggup untuk memandangnya dan langsung menundukan wajah.

“Pandang aku, jangan menunduk,” pintannya sambil mengangkat daguku dengan tangannya.
Tatapannya tak dapat kuhindari, meski malu aku berusaha memandang matanya. Tak ada kata yang keluar dari mulut kami, hanya pandangan yang mewakili perasaan yang sedang bergejolak.

Sekitar 5 menit kami saling pandang, tak terasa ternyata tangan kami sudah berpegangan, tubuh kami saling mendekat sehingga tak ada jarak sedikitpun. Hatiku luluh oleh pujangga pencari cinta. Cinta sederhana oleh pemuda usia lebih satu tahun dariku. Hatiku miliknya. Genggaman tangannya tak dapat kulepas. Inikah cinta?

Jantungku berdetak sangat kencang, perlakuan yang diberikannya membuatku semakin tak berdaya. Tubuhku lemas, wajahku pucat. Genggaman tangannya semakin kuat membuat tangan kami berkeringat. Memburu nafsu. Bukan nafsu tapi cinta. Apa bedanya? Entahlah aku tak tahu.

Sedikit demi sedikit tanganku mulai terangkat. Semakin dekat dengan bibirnya.
“Aku suka sama kamu,” ucapnya membuyarkan lamunanku, kemudian mencium tanganku.
“Apa kamu mau jadi kekasihku?” tanyanya yang membuat aku semakin tak berdaya.
“A… a… aku mau jadi kekasihmu.”
“Berarti sekarang kita pacaran?” tanyanya kemudian.
Aku hanya menganggukan kepala pertanda setuju.

Seperti ada ribuan bunga yang sedang mekar di hatiku. Ruangan kelas yang sepi serasa seperti taman yang dihiasi dengan bunga sakura di musim gugur. Oh indahnya.
“Oh, ya sudah mari belajar,” ucapnya sambil melepaskan genggamannya, kemudian menampakan segurat senyum yang belum pernah kulihat sebelumnya.
“Oh, iya,” jawabku sambil membuka buku matematika yang sejak tadi menyaksikan kebahagiaanku.

Pembahasan demi pembahasan selesai. Meskipun sebenarnya pikiranku tidak konsentrasi. Akhirnya kami bergegas untuk pulang karena senja sudah mulai datang.
“Aku pulang dulu ya,” ucapnya sambil memegang tanganku kemudian menciumnya.
“Oh, iya hati-hati.”
Setelah dia pergi tanganku seperti ada yang menyeret dengan kuat hingga aku tersungkur ke lantai.

“Ayo pulang,” ajak sahabatku Nisa
“Dia di mana?” tanyaku bingung.
“Dia siapa? Kamu sejak tadi tidur karena pusing dengan aroma parfummu,” jelas Nisa sedikit kencang.
“Jadi tadi aku mimpi?”
“Iya satu kelas mabok karena parfummu,” jelas Tia lagi sambil menampakan senyum sinisnya.

Kecewa deh, ternyata Cuma mimpi. Tapi tidak apa-apa lain kali kusambung lagi mimpinya. Wkwk

The End

No comments:

Post a Comment

Nonton Anime Baca Komik Short Url Forum Indo Manga